Tari Odissi merupakan perpaduan antara musik dan tarian dari daerah Orissa yang telah ada lebih dari 2000 tahun yang lalu yang dikembangkan dari tarian kuno odra natya (tari odra). Pada mulanya penari tari odissi adalah para gadis (devadasis atau maharis), namun, pada sekitar abad XV, para pemuda yang berdandan seperti gadis juga mulai menarikan odissi untuk menghibur para penikmatnya. Pemuda penari ini dikenal sebagai gotipua atau sakhiplla. Tarian odissi merupakan gabungan antara nrittya (tari interpretasi) dan nrutya (tari murni). Tema tariannya berdasarkan kepada mitologi dan nilai religi yang menekankan pada keseimbangan jiwa dan estetika.
Tari
ini terdiri dari 5 bagian
v Mangalacharan merupakan tarian doa yang diikuti dengan
pembacaan sloka (syair pujian) untuk Dewa Ganapati (Jagannath).
v Batu nrutya merupakan tarian murni yang mengikuti ritme taalas
dengan gerakan yang diambil dari ukiran gaya Orissa.
v Pallavi merupakan tarian paling anggun dengan raga yang mampu
membangkitkan efek sensasi dan pujian.
v Abhinaya merupakan bagian di mana penari menyanyikan lagu
dalam bahasa Oriya atau Sanskerta tentang kisah cinta Krishna dan Radha. Bagian
ini dilakukan dalam tempo lambat dengan gerakan tubuh dan mata yang mampu
menghanyutkan penonton.
v Mokshya merupakan tarian dalam tempo cepat yang membawa penari
menuju klimaks akhir.
Ciri – ciri tari odissi :
Terdapat
gadis penari (devadasis) yang menari dengan tujuan untuk menghormati para dewa.
Tari
odissi biasa ditarikan di pelataran Candi
Megheswar, Candi Ananta Basudeva, dan Candi Jagannath yang merupakan candi
paling terkenal di Orissa.
Musik
tari odissi memberi penekanan pada lirik yang dibaca tanpa jeda layaknya sebuah doa.
Musik odissi menggunakan
alat musik gamak, tomnom, dan mardal atau pakhawaj (sejenis gendang dua sisi)
Komentar
Posting Komentar